Landasan Kependidikan dan Problematika Pendidikan
Kesenjangan Pendidikan Antar Daerah
A.
Latar
Belakang
Pendidikan
merupakan hal yang pertama dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang
atau kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui pengajaran dan
pelatihan, proses, cara mendidik. Kondisinya pendidikan menjadi hal yang paling
sering dibahas, karena lewat pendidikanlah sesuatu perubahan dimulai.
Penciptaan generasi muda yang memiliki kemampuan ilmu pengetahuan yang dengan
ilmu pengetahuan itu dapat melakukan pembangunan di segala bidang merupakan
alasan umum mengapa pendidikan menjadi begitu penting.
Namun
pada kenyataannya, pendidikan Indonesia sekarang ini menunjukkan kualitas yang
rendah. Kenyataan yang justru terjadi dengan pendidikan di negara yang begitu
luas ini adalah pendidikan tidak meluas merata ke seluruh penjuru nusantara. Di
era pembangunan yang sedang gencar-gencarnya ini, kesenjangan masih dirasakan
oleh wilayah-wilayah Indonesia yang berada jauh dari jangkauan pemerintah
pusat. Hal ini dapat kita lihat, masih banyak sekolah yang sudah tidak layak
lagi digunakan untuk belajar, Seperti di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan
Madiun, Jawa Timur. Proses pembelajaran dilakukan di teras kelas, beralaskan
ubin tanpa tikar, sementara atap kelas bocor disana-sini sehingga aktifitas belajar
mereka jadi terganggu (Liputan 6 siang SCTV, 2013).
Contoh
lain lagi terjadi di Suku anak dalam Kabupaten Musi Rawas, fenomena ynag
terjadi disana lebih menyedihkan lagi,
jangankan ruangan untuk belajar yang layak tempat tinggal mereka saja masih
gubuk berlatai tanah. Kepala desa Sungai Kijang Ibnu Hajar mengatakan bahwah
dari seratus jiwa suku anak dalam itu, baru satu orang yang tamat SMA, sedangkan
lulus sekolah dasar (SD) 2013 tercatat lima orang. ( Lubis, 2013 ).
Dari
contoh diatas dapat kita simpulkan bahwa pembangunan dalam bidang pendidikan
belum merata, masih banyak sekolah yang butuh diperhatian oleh pemerintah dalam hal
pembangunan sekolah, sarana prasarana yang dibutuhkan untuk belajar, guru-guru
yang profesional, agar mereka yang ada di daerah terpencil dapat merasakan
pendidikan yang layak. Jika semua kebutuhan pendidikan sudah bisa terpenuhi
dengan merata maka dapat melahirkan generasi penerus yang berwawasan
luas,cerdas,beriman,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap, kreatif, mandiri
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional ( Pidarta, 2007 ).
Pemerintah
memang tak henti-hentinya memberikan kebijakan demi kemajuan pendidikan, namun
kebijakan demi kebijakan seakan hanya menjadi Oase ditengah padang pasir yang
kesejukannya hanya sesaat saja. Dalam praktiknya, pendidikan tetap menjadi
masalah yang krusial bagi bangsa ini. Terkhusus pendidikan di daerah 3T.
tertinggal, terpencil dan terbelakang. Sebenarnya pemerintah Indonesia telah
lama menyadari akan pentingnya pendidikan untuk pembangunan nasional, seperti
yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa :
“Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”, yang kemudian dirumuskan
dalam GBHN yang antara lain dikemukakan bahwa : Titik berat pembangunan
pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan
serta perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan menengah dalam
rangka persiapan wajib belajar untuk pendidikan menengah tingkat pertama.namun,
Terdapat kesenjangan yang luar biasa besar antara cita-cita ideal Bangsa dengan
kondisi real bangsa Indonesia saat ini.
Berdasarkan uraian diatas penulis
tertarik untuk mengetahui lebih jauh “
Faktor-fakor
yang menyebabkan kesenjangan pendidikan antar daerah dan
upaya
mengatasi kesenjangan pendidikan antar daerah”.
B. Pembahasan
1. Pengertian pendidikan
Dalam undang-undang RI nomor 20
tahun 2013 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa dan Negara.
Adapun
definisi pendidikan menurut Langeveld yaitu mendidik adalah memberikan
pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa)
dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan dalam arti berdiri sendiri dan
bertanggung jawab sesuai atas segala tindakan-tindakannya menurut pilihannya
sendiri”.
Sedangkan
pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962). Semboyan Ki
Hajar Dewantara adalah Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri
handayani.
Dari
ketiga pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk membatu anak mengembangkan potensi yang ada di dalam
dirinya.
2. Tujuan pendidikan
Tujuan dari pendidikan adalah salah satu unsur pendidikan berupa rumusan
tentang apa yang harus dicapai oleh peserta didik yang berfungsi sebagai
pemberi arah bagi semua kegaiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menjadi pedoman
dalam rangka menentapkan isi pendidikan, metode pendidikan, alat pendidikan dan
tolak ukur dalam rangka melakukan evaluasi terhadap hasil pendidikan.
Adapun tujuan pendidikan adalah
untuk mengembangkan induvidu baik jasmani maupun rohani secara optimal, agar
mampu meningkatkan hidup dan kehidupan diri, keluarga, dan masyarakat (
Pidarta, 2007 ).
3. Kesenjangan pendidikan
Kesenjangan pendidikan adalah adanya
ketidaksesuaian antara apa yang seharusnya atau apa yang diharapkan dengan apa
yang terjadi ( Fitra yagami, 2013 ). Artinya pembangunan pendidikan harus
secara merata tanpa ada perbedaan apapun, supaya rakyat Indonesia dapat
menikmati pendidikan yang layak.
4. Faktor-fakor yang menyebabkan kesenjangan
pendidikan antar daerah
Adapun
faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Faktor Sumber Daya Manusia
Guru
sebagai pilar penunjang terselenggarannya suatu sistem pendidikan, merupakan
salah satu komponen strategis yang juga perlu mendapatkan perhatian oleh
negara. Misalnya dalam hal penempatan guru, bahwa hingga sekarang ini jumlah
guru dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri masih sangat kurang.
Pada
hakikatnya, secara kuantitas jumlah guru yang mengabdi di daerah yang
terkategori daerah tertinggal ini merupakan aset daerah. Saat ini terjadi
ketimpangan kompetensi yang cukup mencolok pada guru di daerah tertinggal.
Banyak guru yang mengajar di sekolah-sekolah terpencil dengan tidak terstruktur
dan mengabaikan teori-teori pembelajaran efektif. Fenomena ini dapat dimengerti
karena memang upaya peningkatan kompetensi guru tidak dijadikan sebagai salah
satu solusi yang diprioritaskan khususnya dalam pembangunan pendidikan. Mereka
tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh pelatihan atau upaya-upaya
peningkatan mutu guru itu sendiri, sehingga ini berkorelasi erat dengan
kemampuan mengajarnya di sekolah.
b.
Faktor Infrastruktu
Sarana
dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya kerusakan sarana dan
prasarana ruang kelas dalam jumlah yang banyak, maka proses pendidikan tidak
dapat berlangsung secara efektif.
Aspek
sarana dan prasarana yang berkaitan dengan tercapainya pendidikan tidak hanya
jumlah dan kondisi gedung sekolah atau tempat-tempat pendidikan, tetapi juga
akses menuju tempat pendidikan tersebut yang dalam hal ini berupa kondisi jalan
sehingga menghambat penyaluran bantuan dari pemerintah seperti buku-buku
pelajaran ke daerah yang sulit dijangkau.
c.
Kinerja dan Kesejahteraan Guru Belum Optimal
Kesejahteraan
guru merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam
menunjang terciptanya kinerja yang semakin membaik di kalangan pendidik.
Berdasarkan UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 sampai dengan 16
menyebutkan tentang Hak dan Kewajiban diantaranya, bahwa hak guru dalam
memperoleh penghasilan adalah di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan, berbagai fasilitas
untuk meningkatkan kompetensi, berbagai tunjangan seperti tunjangan profesi,
fungsional, tunjangan khusus bagi guru di daerah khusus, serta berbagai
maslahat tambahan kesejahteraan.
Rendahnya
kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan
Indonesia. Dengan pendapatan yang sedikit, terang saja, banyak guru terpaksa
melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi
les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS,
pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. Permasalahan kesejahteraan guru biasanya
akan berimplikasi pada kinerja yang dilakukannya dalam melaksanakan proses
pendidikan.
Guru
sebagai tenaga kependidikan juga memiliki peran yang sentral dalam
penyelenggaraan suatu sistem pendidikan. Sebagai sebuah pekerjaan, tentu dengan
menjadi seorang guru juga diharapkan dapat memperoleh kompensasi yang layak
untuk kebutuhan hidup. Dalam teori motivasi, pemberian reward dan punishment
yang sesuai merupakan perkara yang dapat mempengaruhi kinerja dan mutu dalam
bekerja, termasuk juga perlunya jaminan kesejahteraan bagi para pendidik agar
dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan yang selama ini masih terpuruk.
Dalam hal tunjangan, sudah selayaknya guru mendapatkan tunjangan yang manusiawi
untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya mengingat peranan dari seorang guru
yang begitu besar dalam upaya mencerdaskan suatu generasi.
d.
Proses Pembelajaran Yang Konvensional
Dalam
hal pelaksanaan proses pembelajaran, selama ini sekolah-sekolah
menyelenggarakan pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini
dipengaruhi oleh ketersediaan sarana-prasarana, ketersediaan dana, serta
kemampuan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif.
Dalam
PP No 19/2005 tentang standar nasional pendidikan disebutkan dalam pasal 19
sampai dengan 22 tentang standar proses pendidikan, bahwa proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. Adanya keteladanan pendidik, adanya perencanaan, pelaksanaan, penilaian,
dan pengawasan yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan
standar yang ditetapkan di atas, maka proses pembelajaran yang dilakukan antara
peserta didik dengan pendidik seharusnya harus meninggalkan cara-cara dan model
yang konvensional atau ketentuan yang sudah disepakati sehingga dapat mencapai
tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien
Sudah
selayaknya profesi sebagai seorang pendidik membutuhkan kompetensi yang
terintegrasi baik secara intelektual-akademik, sosial, pedagogis, dan
profesionalitas yang kesemuanya berlandaskan pada sebuah kepribadian yang utuh
pula, sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik senantiasa dapat
mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.
e.
Jumlah dan Kualitas Buku Yang Belum Memadai
Ketersediaan
buku yang berkualitas merupakan salah satu prasarana pendidikan yang sangat
penting dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan proses pendidikan. Sebagaimana
dalam PP No 19/2005 tentang SNP dalam pasal 42 tentang Standar Sarana dan
Prasarana disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang
meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (ayat 1).
Secara
teknis, pengadaan buku pelajaran di sekolah tidak lagi boleh dilakukan oleh
sekolah dengan menjual buku-buku kepada siswa secara bebas, melainkan harus
sesuai dengan buku sumber yag direkomendasikan oleh pemerintah.
f.
Masih Terjadinya Konflik di Berbagai Wilayah.
Dalam
beberapa tahun terakhir, di beberapa daerah terjadi konflik antar pemeluk
agama, suku, dan golongan. Faktor penyebab konflik antara lain adalah karena
adanya kesenjangan ekonomi, sosial, dan tidak terpenuhinya hak-hak politik
masyarakat di wilayah tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan sehingga pada
saat ini konflik-konflik horisontal itu telah mereda. Namun demikian dibeberapa
daerah potensi konflik masih ada. Konflik juga mebuat proses pendidikan di
daerah menjadi terhambat sehingga tertinggal dari daerah non konflik.
g.
Lemahnya kemampuan sistem pendidikan nasional
Sebagai
suatu sistem, pendidikan nasional belum memiliki kemampuan cukup untuk
memberikan layanan terbaik bagi masyarakatnya. Struktur dari sistem yang baru
belum jelas, budaya pendukungnya juga belum jelas, inkonsistensi dalam peraturan
perundangan masih mungkin terjadi. Apabila peran pendidikan itu sendiri masih
belum jelas, tentu saja sistem yang relevan dengan antisipasi perkembangan
sosial-budaya masyarakat, perekonomian dan struktur ketenagakerjaannya,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tatanan politik masyarakat
yang demokratis, masih membutuhkan pemikiran yang mendasar.
h.
Keterbatasan Anggaran
Ketersediaan
anggaran yang memadai dalam penyelenggaran pendidikan sangat mempengaruhi
keberlangsungan penyelenggaraan tersebut. Ketentuan anggaran pendidikan
tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 49 tentang
Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20%
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (ayat 1).
Permasalahan
lainnya yang juga penting untuk diperhatikan adalah alasan pemerintah untuk
berupaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% secara bertahap karena
pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengalokasikan 20% secara sekaligus
dari APBN/APBD. Padahal kekayaan sumber daya alam baik yang berupa hayati,
sumber energi, maupun barang tambang jumlahnya melimpah sangat besar. Tetapi
karena selama ini penanganannya secara kapitalistik maka return dari kekayaan
tersebut malah dirampas Oleh para ahli pemilik modal sehingga pembagunan di
daerah daerah menjadi tidak merata dan timbulah kesenjangan.
i.
Pendidikan Yang Belum Berbasis Pada Masyarakat dan Potensi Daerah
Struktur
kurikulum yang ditetapkan berdasarkan UU No.20/2003 dalam Pasal 36 tentang
Kurikulum menyebutkan:
a)
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b)
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
c) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
peningkatan iman dan takwa;
b.
peningkatan akhlak mulia;
c.
peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d.
keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e.
tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f.
tuntutan dunia kerja;
g.
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h.
agama;
i.
dinamika perkembangan global; dan
j.
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
d) Ketentuan mengenai pengembangan
kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Dalam
PP No.19/2005 antara lain dalam pasal 6 yang menyebutkan:1) kurikulum untuk
jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kewarganegaraan dan akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika,
jasmani, olahraga dan kesehatan. 6). Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A,
atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran
membaca dan menulis. Kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
Masyarakat
dan lingkungan tempat tinggal merupakan bagian yang terintegrasi dengan siswa
sebagai peserta didik. Proses pendidikan yang sebenarnya tentu melibatkan
peranan keluarga, lingkungan-masyarakat dan sekolah, sehingga jika salah
satunya tidak berjalan dengan baik maka dapat mempengaruhi keberlangsungan
pendidikan itu sendiri.
j.
Belum Optimalnya Kemitraan Dengan Dunia Usaha/ Dunia Industri
Berkaitan
dengan peranan masyarakat dalam pendidikan dalam UU No.20/2005 Sisdiknas pasal
54 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan :
(1) Peran
serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga,
organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat
dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil
pendidikan.
(3) Ketentuan
mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Hal
yang justru memunculkan kerawanan saat ini adalah dengan adanya RUU BHP maka
peranan pihak swasta (pengusaha) mendapatkan akses yang lebih luas untuk
mengelola pendidikan, sehingga bagaimana jadinya kalau kemitraan dengan DU/DI
tersebut ternyata menempatkan pengusaha ataupun perusahaan sebagai pihak yang
berinvestasi dalam lembaga pendidikan dengan menuntut adanya return yang sepadan
dari investasinya tersebut. Kondisi ini pada akhirnya akan memperkokoh
keberlangsungan kapitalisasi pendidikan.
5. Upaya mengatasi kesenjangan
pendidikan antar daerah
1.
Otonomi Daerah
Diperlukan
asas dalam mengelola daerah yang meliputi desentalisasi pelayanan publik/rakyat
dan dekonsentrasi. Untuk memudahkan pelayanan pendidikan kepada rakyat/publik,
otonomi daerah dapat digunakan. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Dengan adanya otonomi daerah, akan tercipta suatu otonomi
pendidikan yang mampu mengatur sistem pendidikan di suatu daerah sesuai dengan
kebutuhan daerah masing-masing.
Indonesia
dikenal dengan pluralisme, sehingga sudah saatnya setiap daerah melaksanakan
program pendidikan yang terbaik untuk daerahnya. Sedangkan pemerintah pusat
membuat regulasi dan memberikan pengawasan serta bertanggung jawab sepenuhnya
bagi terlaksana pendidikan nasional tersebut sebaik mungkin. Otonomi pendidikan
sangat tepat dilaksanakan, karena persoalan serta kendala terlaksananya program
pendidikan di setiap daerah pada umumnya berbeda-beda. Otonomi pendidikan harus
dilakukan, mengingat kualitas guru, sarana dan prasarana sekolah di setiap
daerah juga berbeda-beda. Dengan otonomi pendidikan yang dilakukan di setiap
daerah, pendidikan di setiap daerah akan semakin berkembang.
Di
daerah yang sudah maju seperti di kota-kota besar yang berada di Pulau Jawa
yang letaknya dekat pusat pemerintahan Indonesia, sistem pendidikannya
berkembang dengan pesat. Sekolah-sekolah umum negeri memiliki fasilitas
pendidikan yang memadai dan akses pendidikan yang baik dan mudah. Sistem
pendidikan yang diterapkanpun beragam dan dianggap sesuai dengan perkembangan
zaman yang menuntut kompetensi yang baik. Sekolah internasional, homeschooling
dan sekolah umum negeri yang memiliki sistem pendidikan yang maju seperti kelas
internasional dan akselarasi ditawarkan. Setiap orang tua dapat dengan mudah
memilih sekolah yang diinginkan dengan sistem pendidikan yang paling tepat atau
dianggap cocok untuk anak-anaknya.
Sementara
itu, di daerah yang terpencil, masih banyak anak yang masih belum mendapatkan
pendidikan dengan baik karena kekurangan guru, ruang kelas yang tidak layak dan
akses ke sekolah yang sulit ditempuh. Jangankan untuk mengembangkan sistem
pendidikan di sekolah, untuk memperbaiki gedung saja dananya tidak ada. Jika
hanya mengandalkan perhatian pemerintah pusat, keadaan ini akan terus
berlangsung. Oleh karena itu perlu adanya otonomi pendidikan di daerah.
2. Pengembangan sistem perencanaan berdasarkan
kebutuhan dan ketersediaan pendidik
dan tenaga kependidikan.
3. Pengembangan sistem dan mekanisme rekrutmen
dan penempatan pendidik dan tenaga
kependidikan yang merata secara geografis,
tepat jumlah, tepat kualifikasi/keahlian, dan
gender.
4.
Peningkatan jumlah pendidik di wilayah/daerah yang kekurangan
Seperti
pengaturan mekanisme penempatan dan redistribusi guru, penambahan guru baru,
perubahan status pendidik dari satu jenjang ke jenjang lain, integrasi
guru/tutor mata pelajaran sejenis, pola insentif guru di daerah terpencil,
memberikan bantuan bagi guru tidak tetap (GTT) swasta, pengawas/penilik/pamong
belajar, dan guru daerah terpencil.
5.
Perluasan jurusan LPTK pada bidang yang masih kekurangan seperti guru MIPA,
Bahasa
Inggris dan teknologi kejuruan.
6.
Penambahan jumlah tenaga kependidikan secara proporsional
Seperti
pengawas sekolah, penilik, pegawai tata-usaha, laboran, pustakawan, pengembang
sumber belajar, arsiparis, operator komputer, dsb, melalui penambahan tenaga
baru, penempatan tenaga non-kependidikan menjadi tenaga kependidikan di sekolah
atau lembaga pendidikan lain
7.
Pemberian disinsentif pada pendidik yang melanggar etika profesi.
Dalam
rangka pemerataan dan perluasan akses, dilakukan pengadaan guru. Untuk
meningkatkan daya tarik penempatan guru di daerah-daerah sulit, perlu
dibentuknya suatu program penataran (upgrading) bagi guru-guru yang sudah ada
(SD/MI) agar mereka memiliki kesempatan untuk mengajar di SMP atau
sekolah-sekolah layanan khusus pada SMP
Khusus.
8.
Pengembangan pola manajemen pendidik dan tenaga kependidikan yang mandiri dan
berbeda dengan pola manajemen birokratis.
Pola
manajemen ini diharapkan akan dapat mereposisi guru dari posisi periperal,
yaitu posisi di kawasan pinggiran atau terpinggirkan, menuju posisi sentral,
memberikan perlindungan hukum yang pasti dalam profesi, kesejahteraan, jaminan
sosial, hak dan kewajiban.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Pendidikan
hendaknya diterapkan secara merata sampai ke daerah pelosok Nusantara sebab
pendidikan adalah hak setiap warga Negara, setiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan yang layak, bermutu dan setiap orang berhak untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
2. Saran
1.
Pemerintah pusat hendaknya selalu bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk
mengetahui perkembang pendidikan yang ada
di daerah.
2.
Pemerintah hendaknya memberikan perlengkapan yang dibutuhkan sekolah untuk
menunjang
proses pembelajaran.
3.Pemerintah
juga harus memperhatikan kesejahteraan guru, menjadikan mereka guru
profesional
dengan memberikan pelatihan dan biaya untuk mengembangkan ilmu mereka atau
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
4.
Hendaknya pihak sekolah selalu bekerjasama dengan orang tua, masyarakat sekitar
dalam
mendidik siswa, agar tercapai tujuan yang di
harafkan.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Made.
2007. Landasan kependidikan. Rineka
cipta : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar