Minggu, 20 Oktober 2013

kesenjangan pendidkan antar daerah



Landasan Kependidikan dan Problematika Pendidikan
Kesenjangan Pendidikan Antar Daerah


A.      Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang pertama dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan, proses, cara mendidik. Kondisinya pendidikan menjadi hal yang paling sering dibahas, karena lewat pendidikanlah sesuatu perubahan dimulai. Penciptaan generasi muda yang memiliki kemampuan ilmu pengetahuan yang dengan ilmu pengetahuan itu dapat melakukan pembangunan di segala bidang merupakan alasan umum mengapa pendidikan menjadi begitu penting.
Namun pada kenyataannya, pendidikan Indonesia sekarang ini menunjukkan kualitas yang rendah. Kenyataan yang justru terjadi dengan pendidikan di negara yang begitu luas ini adalah pendidikan tidak meluas merata ke seluruh penjuru nusantara. Di era pembangunan yang sedang gencar-gencarnya ini, kesenjangan masih dirasakan oleh wilayah-wilayah Indonesia yang berada jauh dari jangkauan pemerintah pusat. Hal ini dapat kita lihat, masih banyak sekolah yang sudah tidak layak lagi digunakan untuk belajar, Seperti di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan Madiun, Jawa Timur. Proses pembelajaran dilakukan di teras kelas, beralaskan ubin tanpa tikar, sementara atap kelas  bocor disana-sini sehingga aktifitas belajar mereka jadi terganggu (Liputan 6 siang SCTV, 2013).
Contoh lain lagi terjadi di Suku anak dalam Kabupaten Musi Rawas, fenomena ynag terjadi disana  lebih menyedihkan lagi, jangankan ruangan untuk belajar yang layak tempat tinggal mereka saja masih gubuk berlatai tanah. Kepala desa Sungai Kijang Ibnu Hajar mengatakan bahwah dari seratus jiwa suku anak dalam itu, baru satu orang yang tamat SMA, sedangkan lulus sekolah dasar (SD) 2013 tercatat lima orang. ( Lubis, 2013 ).
Dari contoh diatas  dapat kita simpulkan  bahwa pembangunan dalam bidang pendidikan belum merata, masih banyak sekolah yang butuh  diperhatian oleh pemerintah dalam hal pembangunan sekolah, sarana prasarana yang dibutuhkan untuk belajar, guru-guru yang profesional, agar mereka yang ada di daerah terpencil dapat merasakan pendidikan yang layak. Jika semua kebutuhan pendidikan sudah bisa terpenuhi dengan merata maka dapat melahirkan generasi penerus yang berwawasan luas,cerdas,beriman,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap, kreatif, mandiri sesuai dengan tujuan pendidikan nasional ( Pidarta, 2007 ).
Pemerintah memang tak henti-hentinya memberikan kebijakan demi kemajuan pendidikan, namun kebijakan demi kebijakan seakan hanya menjadi Oase ditengah padang pasir yang kesejukannya hanya sesaat saja. Dalam praktiknya, pendidikan tetap menjadi masalah yang krusial bagi bangsa ini. Terkhusus pendidikan di daerah 3T. tertinggal, terpencil dan terbelakang. Sebenarnya pemerintah Indonesia telah lama menyadari akan pentingnya pendidikan untuk pembangunan nasional, seperti yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”, yang kemudian dirumuskan dalam GBHN yang antara lain dikemukakan bahwa : Titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan serta perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan menengah dalam rangka persiapan wajib belajar untuk pendidikan menengah tingkat pertama.namun, Terdapat kesenjangan yang luar biasa besar antara cita-cita ideal Bangsa dengan kondisi real bangsa Indonesia saat ini.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh   Faktor-fakor yang menyebabkan kesenjangan pendidikan antar daerah dan upaya mengatasi kesenjangan pendidikan antar daerah”.
B. Pembahasan
1. Pengertian pendidikan                                                         
            Dalam undang-undang RI nomor 20 tahun 2013 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa dan Negara.
Adapun definisi pendidikan menurut Langeveld yaitu mendidik adalah memberikan pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan dalam arti berdiri sendiri dan bertanggung jawab sesuai atas segala tindakan-tindakannya menurut pilihannya sendiri”.
Sedangkan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962). Semboyan Ki Hajar Dewantara adalah Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.
Dari ketiga pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk membatu anak mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya.
2. Tujuan pendidikan
             Tujuan dari pendidikan adalah  salah satu unsur pendidikan berupa rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh peserta didik yang berfungsi sebagai pemberi arah bagi semua kegaiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menjadi pedoman dalam rangka menentapkan isi pendidikan, metode pendidikan, alat pendidikan dan tolak ukur dalam rangka melakukan evaluasi terhadap hasil pendidikan.
            Adapun tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan induvidu baik jasmani maupun rohani secara optimal, agar mampu meningkatkan hidup dan kehidupan diri, keluarga, dan masyarakat ( Pidarta, 2007 ).
3. Kesenjangan pendidikan
            Kesenjangan pendidikan adalah adanya ketidaksesuaian antara apa yang seharusnya atau apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi ( Fitra yagami, 2013 ). Artinya pembangunan pendidikan harus secara merata tanpa ada perbedaan apapun, supaya rakyat Indonesia dapat menikmati pendidikan yang layak.
4. Faktor-fakor yang menyebabkan kesenjangan pendidikan antar daerah
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor Sumber Daya Manusia
Guru sebagai pilar penunjang terselenggarannya suatu sistem pendidikan, merupakan salah satu komponen strategis yang juga perlu mendapatkan perhatian oleh negara. Misalnya dalam hal penempatan guru, bahwa hingga sekarang ini jumlah guru dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri masih sangat kurang.
Pada hakikatnya, secara kuantitas jumlah guru yang mengabdi di daerah yang terkategori daerah tertinggal ini merupakan aset daerah. Saat ini terjadi ketimpangan kompetensi yang cukup mencolok pada guru di daerah tertinggal. Banyak guru yang mengajar di sekolah-sekolah terpencil dengan tidak terstruktur dan mengabaikan teori-teori pembelajaran efektif. Fenomena ini dapat dimengerti karena memang upaya peningkatan kompetensi guru tidak dijadikan sebagai salah satu solusi yang diprioritaskan khususnya dalam pembangunan pendidikan. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh pelatihan atau upaya-upaya peningkatan mutu guru itu sendiri, sehingga ini berkorelasi erat dengan kemampuan mengajarnya di sekolah.
b. Faktor Infrastruktu
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya kerusakan sarana dan prasarana ruang kelas dalam jumlah yang banyak, maka proses pendidikan tidak dapat berlangsung secara efektif.
Aspek sarana dan prasarana yang berkaitan dengan tercapainya pendidikan tidak hanya jumlah dan kondisi gedung sekolah atau tempat-tempat pendidikan, tetapi juga akses menuju tempat pendidikan tersebut yang dalam hal ini berupa kondisi jalan sehingga menghambat penyaluran bantuan dari pemerintah seperti buku-buku pelajaran ke daerah yang sulit dijangkau.
c. Kinerja dan Kesejahteraan Guru Belum Optimal
Kesejahteraan guru merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam menunjang terciptanya kinerja yang semakin membaik di kalangan pendidik. Berdasarkan UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 sampai dengan 16 menyebutkan tentang Hak dan Kewajiban diantaranya, bahwa hak guru dalam memperoleh penghasilan adalah di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan, berbagai fasilitas untuk meningkatkan kompetensi, berbagai tunjangan seperti tunjangan profesi, fungsional, tunjangan khusus bagi guru di daerah khusus, serta berbagai maslahat tambahan kesejahteraan.
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang sedikit, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. Permasalahan kesejahteraan guru biasanya akan berimplikasi pada kinerja yang dilakukannya dalam melaksanakan proses pendidikan.
Guru sebagai tenaga kependidikan juga memiliki peran yang sentral dalam penyelenggaraan suatu sistem pendidikan. Sebagai sebuah pekerjaan, tentu dengan menjadi seorang guru juga diharapkan dapat memperoleh kompensasi yang layak untuk kebutuhan hidup. Dalam teori motivasi, pemberian reward dan punishment yang sesuai merupakan perkara yang dapat mempengaruhi kinerja dan mutu dalam bekerja, termasuk juga perlunya jaminan kesejahteraan bagi para pendidik agar dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan yang selama ini masih terpuruk. Dalam hal tunjangan, sudah selayaknya guru mendapatkan tunjangan yang manusiawi untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya mengingat peranan dari seorang guru yang begitu besar dalam upaya mencerdaskan suatu generasi.
d. Proses Pembelajaran Yang Konvensional
Dalam hal pelaksanaan proses pembelajaran, selama ini sekolah-sekolah menyelenggarakan pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan sarana-prasarana, ketersediaan dana, serta kemampuan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif.
Dalam PP No 19/2005 tentang standar nasional pendidikan disebutkan dalam pasal 19 sampai dengan 22 tentang standar proses pendidikan, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Adanya keteladanan pendidik, adanya perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan standar yang ditetapkan di atas, maka proses pembelajaran yang dilakukan antara peserta didik dengan pendidik seharusnya harus meninggalkan cara-cara dan model yang konvensional atau ketentuan yang sudah disepakati sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien
Sudah selayaknya profesi sebagai seorang pendidik membutuhkan kompetensi yang terintegrasi baik secara intelektual-akademik, sosial, pedagogis, dan profesionalitas yang kesemuanya berlandaskan pada sebuah kepribadian yang utuh pula, sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik senantiasa dapat mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.
e. Jumlah dan Kualitas Buku Yang Belum Memadai
Ketersediaan buku yang berkualitas merupakan salah satu prasarana pendidikan yang sangat penting dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan proses pendidikan. Sebagaimana dalam PP No 19/2005 tentang SNP dalam pasal 42 tentang Standar Sarana dan Prasarana disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (ayat 1).
Secara teknis, pengadaan buku pelajaran di sekolah tidak lagi boleh dilakukan oleh sekolah dengan menjual buku-buku kepada siswa secara bebas, melainkan harus sesuai dengan buku sumber yag direkomendasikan oleh pemerintah.
f. Masih Terjadinya Konflik di Berbagai Wilayah.
Dalam beberapa tahun terakhir, di beberapa daerah terjadi konflik antar pemeluk agama, suku, dan golongan. Faktor penyebab konflik antara lain adalah karena adanya kesenjangan ekonomi, sosial, dan tidak terpenuhinya hak-hak politik masyarakat di wilayah tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan sehingga pada saat ini konflik-konflik horisontal itu telah mereda. Namun demikian dibeberapa daerah potensi konflik masih ada. Konflik juga mebuat proses pendidikan di daerah menjadi terhambat sehingga tertinggal dari daerah non konflik.
g. Lemahnya kemampuan sistem pendidikan nasional
Sebagai suatu sistem, pendidikan nasional belum memiliki kemampuan cukup untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakatnya. Struktur dari sistem yang baru belum jelas, budaya pendukungnya juga belum jelas, inkonsistensi dalam peraturan perundangan masih mungkin terjadi. Apabila peran pendidikan itu sendiri masih belum jelas, tentu saja sistem yang relevan dengan antisipasi perkembangan sosial-budaya masyarakat, perekonomian dan struktur ketenagakerjaannya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tatanan politik masyarakat yang demokratis, masih membutuhkan pemikiran yang mendasar.

h. Keterbatasan Anggaran
Ketersediaan anggaran yang memadai dalam penyelenggaran pendidikan sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan tersebut. Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (ayat 1).
Permasalahan lainnya yang juga penting untuk diperhatikan adalah alasan pemerintah untuk berupaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% secara bertahap karena pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengalokasikan 20% secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahal kekayaan sumber daya alam baik yang berupa hayati, sumber energi, maupun barang tambang jumlahnya melimpah sangat besar. Tetapi karena selama ini penanganannya secara kapitalistik maka return dari kekayaan tersebut malah dirampas Oleh para ahli pemilik modal sehingga pembagunan di daerah daerah menjadi tidak merata dan timbulah kesenjangan.
i. Pendidikan Yang Belum Berbasis Pada Masyarakat dan Potensi Daerah
Struktur kurikulum yang ditetapkan berdasarkan UU No.20/2003 dalam Pasal 36 tentang Kurikulum menyebutkan:
a)        Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan  
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b)  Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip   diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
c)   Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan  
     Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
d) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat  (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam PP No.19/2005 antara lain dalam pasal 6 yang menyebutkan:1) kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan. 6). Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis. Kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
Masyarakat dan lingkungan tempat tinggal merupakan bagian yang terintegrasi dengan siswa sebagai peserta didik. Proses pendidikan yang sebenarnya tentu melibatkan peranan keluarga, lingkungan-masyarakat dan sekolah, sehingga jika salah satunya tidak berjalan dengan baik maka dapat mempengaruhi keberlangsungan pendidikan itu sendiri.
j. Belum Optimalnya Kemitraan Dengan Dunia Usaha/ Dunia Industri
Berkaitan dengan peranan masyarakat dalam pendidikan dalam UU No.20/2005 Sisdiknas pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan :
(1)   Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,  
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2)   Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil  
pendidikan.
(3)   Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Hal yang justru memunculkan kerawanan saat ini adalah dengan adanya RUU BHP maka peranan pihak swasta (pengusaha) mendapatkan akses yang lebih luas untuk mengelola pendidikan, sehingga bagaimana jadinya kalau kemitraan dengan DU/DI tersebut ternyata menempatkan pengusaha ataupun perusahaan sebagai pihak yang berinvestasi dalam lembaga pendidikan dengan menuntut adanya return yang sepadan dari investasinya tersebut. Kondisi ini pada akhirnya akan memperkokoh keberlangsungan kapitalisasi pendidikan.
5. Upaya mengatasi kesenjangan pendidikan antar daerah
1. Otonomi Daerah
Diperlukan asas dalam mengelola daerah yang meliputi desentalisasi pelayanan publik/rakyat dan dekonsentrasi. Untuk memudahkan pelayanan pendidikan kepada rakyat/publik, otonomi daerah dapat digunakan. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya otonomi daerah, akan tercipta suatu otonomi pendidikan yang mampu mengatur sistem pendidikan di suatu daerah sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.
Indonesia dikenal dengan pluralisme, sehingga sudah saatnya setiap daerah melaksanakan program pendidikan yang terbaik untuk daerahnya. Sedangkan pemerintah pusat membuat regulasi dan memberikan pengawasan serta bertanggung jawab sepenuhnya bagi terlaksana pendidikan nasional tersebut sebaik mungkin. Otonomi pendidikan sangat tepat dilaksanakan, karena persoalan serta kendala terlaksananya program pendidikan di setiap daerah pada umumnya berbeda-beda. Otonomi pendidikan harus dilakukan, mengingat kualitas guru, sarana dan prasarana sekolah di setiap daerah juga berbeda-beda. Dengan otonomi pendidikan yang dilakukan di setiap daerah, pendidikan di setiap daerah akan semakin berkembang.
Di daerah yang sudah maju seperti di kota-kota besar yang berada di Pulau Jawa yang letaknya dekat pusat pemerintahan Indonesia, sistem pendidikannya berkembang dengan pesat. Sekolah-sekolah umum negeri memiliki fasilitas pendidikan yang memadai dan akses pendidikan yang baik dan mudah. Sistem pendidikan yang diterapkanpun beragam dan dianggap sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut kompetensi yang baik. Sekolah internasional, homeschooling dan sekolah umum negeri yang memiliki sistem pendidikan yang maju seperti kelas internasional dan akselarasi ditawarkan. Setiap orang tua dapat dengan mudah memilih sekolah yang diinginkan dengan sistem pendidikan yang paling tepat atau dianggap cocok untuk anak-anaknya.
Sementara itu, di daerah yang terpencil, masih banyak anak yang masih belum mendapatkan pendidikan dengan baik karena kekurangan guru, ruang kelas yang tidak layak dan akses ke sekolah yang sulit ditempuh. Jangankan untuk mengembangkan sistem pendidikan di sekolah, untuk memperbaiki gedung saja dananya tidak ada. Jika hanya mengandalkan perhatian pemerintah pusat, keadaan ini akan terus berlangsung. Oleh karena itu perlu adanya otonomi pendidikan di daerah.
2.   Pengembangan sistem perencanaan berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan pendidik  
      dan tenaga kependidikan.
3.  Pengembangan sistem dan mekanisme rekrutmen dan penempatan pendidik dan tenaga
    kependidikan yang merata secara geografis, tepat jumlah, tepat kualifikasi/keahlian, dan  
    gender.
4. Peningkatan jumlah pendidik di wilayah/daerah yang kekurangan
Seperti pengaturan mekanisme penempatan dan redistribusi guru, penambahan guru baru, perubahan status pendidik dari satu jenjang ke jenjang lain, integrasi guru/tutor mata pelajaran sejenis, pola insentif guru di daerah terpencil, memberikan bantuan bagi guru tidak tetap (GTT) swasta, pengawas/penilik/pamong belajar, dan guru daerah terpencil.
5. Perluasan jurusan LPTK pada bidang yang masih kekurangan seperti guru MIPA, Bahasa
    Inggris dan teknologi kejuruan.
6. Penambahan jumlah tenaga kependidikan secara proporsional
Seperti pengawas sekolah, penilik, pegawai tata-usaha, laboran, pustakawan, pengembang sumber belajar, arsiparis, operator komputer, dsb, melalui penambahan tenaga baru, penempatan tenaga non-kependidikan menjadi tenaga kependidikan di sekolah atau lembaga pendidikan lain
7. Pemberian disinsentif pada pendidik yang melanggar etika profesi.
Dalam rangka pemerataan dan perluasan akses, dilakukan pengadaan guru. Untuk meningkatkan daya tarik penempatan guru di daerah-daerah sulit, perlu dibentuknya suatu program penataran (upgrading) bagi guru-guru yang sudah ada (SD/MI) agar mereka memiliki kesempatan untuk mengajar di SMP atau sekolah-sekolah layanan khusus  pada SMP Khusus.
8. Pengembangan pola manajemen pendidik dan tenaga kependidikan yang mandiri dan berbeda  dengan pola manajemen birokratis.
Pola manajemen ini diharapkan akan dapat mereposisi guru dari posisi periperal, yaitu posisi di kawasan pinggiran atau terpinggirkan, menuju posisi sentral, memberikan perlindungan hukum yang pasti dalam profesi, kesejahteraan, jaminan sosial, hak dan kewajiban.
C. Penutup
1. Kesimpulan
            Pendidikan hendaknya diterapkan secara merata sampai ke daerah pelosok Nusantara sebab pendidikan adalah hak setiap warga Negara, setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak, bermutu dan setiap orang berhak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.          
2. Saran
1. Pemerintah pusat hendaknya selalu bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk  
    mengetahui perkembang pendidikan yang ada di daerah.
2. Pemerintah hendaknya memberikan perlengkapan yang dibutuhkan sekolah untuk
    menunjang  proses pembelajaran.
3.Pemerintah juga harus memperhatikan kesejahteraan guru, menjadikan mereka guru
profesional dengan memberikan pelatihan dan biaya untuk mengembangkan ilmu mereka atau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
4. Hendaknya pihak sekolah selalu bekerjasama dengan orang tua, masyarakat sekitar dalam
   mendidik siswa, agar tercapai tujuan yang di harafkan.


















DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Made. 2007. Landasan kependidikan. Rineka cipta : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar